RESUME BUKU A-Z BAKERY KARYA M HUSIN SYARBINI

 


Belajar baking tidaklah sesulit yang dibayangkan jika kita mau mempelajarinya. misalnya dalam buku A-Z bakery karya Bapak M. Husin Syarbini, STP ini menjelaskan secara lengkap rangkaian pengetahuan product-product bakery, khususnya roti. Di dalam buku ini kita akan dijajak memahami berbagai aspek dasar pembuatan roti, mulai dari pengenalan bahan dan fungsinya, proses pembuatan, peralatan yang digunakan, hingga aspek komersialnya. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman Bapak M. Husin Syarbini, STP, sebagai praktisi di bidang produk bakery selama lebih kurang 15 tahun, termasuk pengalaman sebagai baking instructor di perusahaan tepung terigu yang bertaraf nasional. Buku ini juga berisikan berbagai informasi bahan-bahan bakery (bakery ingredients) bertaraf internasional serta bersumber dari berbagai materi pelatihan yang diperoleh beliau. 

Buku terdiri dari 8 bab, yaitu:
1. Roti dan macamnya.
2. Bahan pembuat roti beserta fungsinya
3. Peralatan bakery
4. Proses pembuatan roti
5. Perhitungan dalam proses pembuatan roti
6. Kualitas roti dan faktor yang memengaruhinya
7. Perhitungan biaya produksi dan analisis usaha
8. Sanitasi dan higiene


1. Roti dan macamnya

Bakery product merupakan produk makanan yang terbuat dari berbagai bahan, dengan bahan utama tepung terigu yang ditambahkan bahan lain, seperti gula, margarin, yeast, garam dan juga air. Secara definisi awal, proses pengolahan produk bakery hanya melalui proses pemanggangan atau pengovenan. Namun, dengan perkembangan aneka produk yang berbasis terigu ini, produk-produk bakery yang berkembang di Indonesia ada yang dibuat  melalui  proses pemanggangan, pengukusan, bahkan penggorengan.

Produk-produk bakery cakupannya sangat luas. Secara garis besar, dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut: Masyarakat umumnya mengenal produk bakery hanya sebatas roti. Sebenarnya, pengertian produk bakery sangat luas. Adapun yang termasuk di dalam produk bakery adalah donat, pretzel, cake, biskuit, pastry , roll, pizza dan lain sebagainya. Pada dasarnya, produk-produk tersebut melibatkan tepung terigu sebagai bahan utama dan pembuatannya melalui proses pemanggangan (pengovenan)

    • roti (yeast raised dough);
    • cake;
    • pastry;
    • biskuit.


2. Bahan pembuat roti beserta fungsinya

Penggunaan bahan-bahan yang di gunakan dalam proses pembuatan roti secara umum terbagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu bahan utama dan bahan utama. Bahan utama adalah bahan yang harus ada dalam proses pembuatan roti, yang jika tidak ada salah satu dari bahan tersebut, maka roti yang di  buat tidak akan berhasil.

Selain itu keberadaan dari bahan-bahan tersebut tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lain. Bahan-bahan yang termasuk ke dalam bahan utama terdiri dari tepung terigu, yeast, garam dan air.

Bahan utama yang pertama adalah tepung terigu. Mengapa tepung terigu ?

Keunikan tepung terigu di banding dengan tepung-tepung lainnya adalah kandungan gluten yang ada di dalamnya. Gluten merupakan protein yang tidak larut dalam air (unsoluble protein) yang jika di tambahkan air dan mendapatkan tekanan fisik berupa pengadukan akan membentuk adonan roti yang tipis, elastis dan transparan, shingga mampu menahan gas saat proses fermentasi yang berakibat roti dapat mengembang.


3. Peralatan bakery


Jika usaha bakery yang  tekuni sudah mulai berjalan dengan baik dengan jumlah produksi roti harian di kisaran 3000 picies, maka sudah selayaknya  mulai berfikir untuk membuat operasi di bakery yang  miliki di buat Semi Industrial.

Namun jika pada kondisi tertentu, dengan adanya keterbatasan modal serta jumlah orderan yang masih belum stabil dari hari ke hari, maka keputusan untuk mulai berinvestasi peralatan yang sifatnya optional (pilihan ini), masih dapat di tunda.

 


Untuk melihat cara memulai usaha bakery dari rumah dapat anda lihat DISNI.Berikut 2 peralatan yang tidak harus anda miliki saat jumlah produksi anda belum begitu banyak.

A. Dough Sheeter.

Marilah kita lihat jika produk rerotian yang akan anda buat sangat bervariasi mulai dari pastry, roti dan donut, dan sudah mulai berjalan dengan baik, terutama jika anda juga membuat produk Pastry.

Peralatan utama yang dibutuhkan untuk membuat pastry jenis adonan lipat (laminated dough) adalah dough sheeteratau bisa juga secara manual menggunakan rolling pin. Namun, untuk skala produksi menengah dan besar, penggunaan dough sheeter sudah menjadi keharusan dalam produksi produk-produk pastry.

Dough sheeter merupakan mesin yang digunakan untuk mengerol adonan dengan ketebalan (thickness) yang diinginkan yang diikuti proses pelipatan dengan menggunakan tangan secara manual.

Hasil adonan yang dirol dengan menggunakan dough sheeter akan menjadi halus (smooth) dan memiliki ketebalan adonan yang seragam di seluruh permukaannya. Selain itu, proses pengerjaannya jauh lebih cepat  dibandingkan cara manual.

Dough sheeter dalam proses pembuatan pastry digunakan untuk produksi danish pastry dan croissant.Namun, kenyataan di lapangan, khususnya di industry bakery, alat ini dapat juga digunakan untuk pembuatan donat, roti (terutama roti dengan adonan yang tipis/flat bread) dan pizza.

Peralatan dough sheeter tepat digunakanuntuk proses pengerolan adonan sistem batch (satu kali proses pengerolan yang tidak berkelanjutan) dengan lebar dan panjang adonan yang dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan, kemudian proses pelipatan dapat dilanjutkan sesuai dengan jumlah, metode lipatan, dan besar kecilnya ukuran akhir adonan lipat yang di harapkan.

B. Dough Divider

Dough divider merupakan alat pembagi adonan yang di gunakan dalam usaha bakery ataupun pastry. Dough divider berfungsi untuk membagi adonan dengan berat adonan tertentu.

Tipe yang ada sangat beragam dari yang manual sekedar untuk membagi adonan, ataupun yang sudah semi otomatis yang di gunakan untuk rounding atau membulatkan adonan.

Keuntungan menggunakan alat ini adalah membentuk adonan dengan kapasitas besar dengan cepat, dapat mengurangi jumlah pegawai, sekaligus mempercepat proses produksi dengan tingkat keseragaman berat adonan yang sama untuk adonan yang di bulatkan.

4. Proses pembuatan roti

Ada berbagai cara dalam membuat roti yang di kenal dengan metode atau sistem adonan. Pada umumnya, sistem adonan yang biasa digunakan dalam proses pembuatan roti secara komersial adalah: straight dough (metode langsung), sponge and dough (sistem biang), sistem cepat (no-time dough) dan terakhir sistem yang berkembang di negara-negara di asia, termasuk Indonesia, yaitu sistem dough break. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan, namun secara garis besar tiap tahapan proses memiliki prinsip yang hampir sama. Berikut adalah tahap-tahap proses pembuatan roti:


Untuk menghasilkan produk roti dengan kualitas yang baik, tahap pertama yang harus dilakukan adalah memilih bahan baku yang baik. Pemilihan bahan baku yang digunakan harus mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:A. P
EMILIHAN BAHAN BAKU

  1. Kualitas bahan
  2. Ketersediaan bahan (stock)
  3. Penyimpanan (storage)
  4. Pengetahuan sifat-sifat bahan

B. PENIMBANGAN BAHAN

Proses pembuatan roti adalah sebuah proses yang exact (pasti) seperti proses pembuatan makanan lainnya. Akurasi penimbangan atau ketelitian penimbangan berfungsi untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan bahan.

Gunakan takaran yang jelas ukurannya dan jangan dikira-kira dengan takaran yang tidak menentu. Timbang bahan dengan menggunakan timbangan yang sudah ditera atau dikalibrasi serta hindari menggunakan tangan, sendok atau cangkir dalam melakukan penimbangan.

C. PENGADUKAN (MIXING)

Proses pengadukan atau mixing memiliki tujuan utama untuk membentuk jaringan gluten yang terdapat dalam terigu. Saat terigu ditambahkan air, serta mengalami proses pengadukan, maka seiring dengan waktu jaringan gluten akan mulai terbentuk.

Proses pengadukan akan dihentikan apabila jaringan gluten sudah terbentuk dengan sempurna atau dikenal istilah kalis (well developed). Secara fisik adonan sudah mencapai kalis apabila adonan sudah memiliki tekstur tipis, transparan dan memiliki robekan adonan yang lurus.

D. RESTING TIME

Resting time adalah waktu istirahat sementara yang diberikan adonan agar adonan menjadi rileks dan memudahkan adonan untuk dapat ditangani pada tahap berikutnya.

Resting time sebenarnya merupakan proses fermentasi tahap 1 yang terjadi dalam adonan, sehingga perbedaan berbagai jenis sistem adonan terletak pada panjang-pendeknya proses resting time ini.

E. PEMOTONGAN DAN PENIMBANGAN ADONAN (CUTTING AND DIVIDING)

Setelah adonan diistirahatkan kemudian dilanjutkan dengan proses pemotongan dan penimbangan sesuai ukuran adonan yang dikehendaki.

Saat melakukan proses pemotongan dan penimbangan ini harus dilakukan secara cepat dikarenakan proses pengembangan adonan tetap berjalan.

Tujuan pemotongan dan penimbangan adonan adalah untuk menghasilkan adonan yang seragam dengan ukuran dan berat yang sama, sehingga produk roti yang dihasilkan akan seragam.

F. PEMBULATAN (ROUNDING)

Rounding atau pembulatan adalah proses untuk membulatkan adonan, baik dengan menggunakan tangan maupun mesin. Tujuan utama rounding adalah  membentuk lapisan adonan dengan ketebalan yang diinginkan, serta membentuk permukaan kulit adonan (lapisan film) yang tipis tanpa robekan, sehingga membantu adonan dapat menangkap gas dan mengembang dengan baik.

G. INTERMEDIATE PROOFING

Intermediate proofing merupakan proses istirahat sementara yang diberikan adonan yang telah mengalami pembulatan. Hal ini perlu dilakukan agar adonan yang mengalami penarikan saat pembulatan dapat rileks (istirahat), sehingga adonan tidak akan mudah robek saat proses pengerolan (degassing atau sheeting).

Waktu intermediate proofing yang dibutuhkan untuk mengistirahatkan adonan sementara adalah antara 5–10 menit.

H. PEMBENTUKAN (MOULDING)

Proses pembentukan adonan (moulding) dimulai dengan proses sheeting atau degassing yang bertujuan untuk meratakan adonan agar gas yang terbentuk dalam adonan lebih rata dan seragam (uniform).

Selanjutnya, adonan akan mengalami proses penggulungan (curling) dan perekatan bagian bawah adonan (sealing). Dalam proses moulding dihindari adanya lubang udara yang terperangkap dalam adonan di akhir proses sealing

I. PELETAKAN ADONAN DALAM LOYANG (PANNING)

Proses peletakan adonan dalam loyang dilakukan dengan memperhatikan posisi adonan yang terkunci (lapisan perekat adonan) harus berada pada bagian bawah.

Hal ini dilakukan untuk mencegah lipatan perekat adonan terbuka pada saat final proofing dan pemanggangan (pengovenan).

Pada proses panning, loyang harus dikondisikan agar roti mudah terlepas dari loyang setelah proses pemanggangan, dengan jalan memberikan oles loyang dan pemanasan.

J. FINAL PROOFING

Final proofing atau fermentasi akhir merupakan proses pengembangan adonan hingga mencapai besar adonan yang optimal. Selain terjadinya kenaikan volume dalam proses final proofing juga dihasilkan alkohol, serta terjadi kenaikan suhu adonan (panas) dan pembentukan rasa.

K. PEMANGGANGAN ATAU PENGOVENAN

Proses pemanggangan (baking process) merupakan proses terakhir dan terpenting dalam pembuatan roti. Menurut (Pyler, 1979) dalam proses pemanggangan terjadi perpindahan panas oven yang akan mengubah adonan menjadi produk ringan, berongga (porous), siap cerna dan kaya rasa.

Perubahan biokimia yang terjadi dalam proses pemanggangan sangat komplek yang melibatkan inaktivasi enzim, yeast, perubahan pati dan gluten dalam adonan.

L. PENGELUARAN DARI LOYANG (DEPANNING)

Adonan yang sudah mengalami proses pemanggangan kemudian dikeluarkan dari loyang secara langsung.

M. PROSES PENDINGINAN (COOLING)

Proses pendinginan roti (bread cooling) merupakan proses untuk menurunkan temperatur suhu roti setelah proses pemanggangan hingga mencapai suhu internal roti pada kisaran (35o–40.5oC). Kondisi cooling harus dipertahankan pada kisaran suhu tersebut untuk menghindari terjadinya kehilangan kadar air dalam jumlah berlebihan.

N. PENGEMASAN (PACKAGING)

Kemasan yang menarik dapat menjadi daya tarik pertama bagi pelanggan (first impression) untuk membeli produk yang di hasilkan, sehingga kemasan dianggap sebagai “The Silent Salesman”. 

5. Perhitungan dalam proses pembuatan roti

Persen Baker atau persentase Baker adalah metode matematika yang digunakan secara luas dalam proses pembuatan roti untuk menghitung jumlah bahan utama dan bahan tambahan baik yang bersifat makro, minor, dan mikro. Perhitungan dalam baker persen didasarkan pada berat total tepung yang terdapat dalam formula atau resep.

Alih-alih membagi berat masing-masing bahan dengan berat formula total, Baker persen membagi masing-masing bahan dengan berat tepung.

Baker persen berguna untuk melakukan penilaian dengan  cepat jika formula atau resep yang digunakan menghasilkan produk yang lebih kering, asin, lebih manis, memperbaiki resep dan lain sebagainya.


Bagaimana menggunakan perhitungan persen baker?

Dalam persen baker, berat tepung selalu dianggap 100%, dan persen total semua bahan lainnya selalu lebih besar dari 100%. Konsep ini sangat berbeda dengan perhitungan persen bahan pada perhitungan Konvensional, di mana total gabungan bahan berjumlah 100%

Rumus Persen Baker sebagai berikut;

 

 

 

dimana Yair, gula, garam, air,susu bubuk, emulsifier dll

Manfaat terbesar dalam menggunakan persen baker adalah dapat digunakan untuk mengubah jumlah bahan apa saja dan kapan saja ditambahkan, tanpa perlu mengubah persen dari semua bahan lainnya.

Ini sangat berguna ketika merumuskan produk baru, menyesuaikan parameter proses produksi dan menyesuaikan resep yang sudah ada agar sesuai dengan perhitungan pedoman perhitungan nilai gizi atau diet modern.

Beberapa keuntungan menggunakan persen baker dibandingkan dengan bentuk pengukuran lainnya. Persen Baker menghasilkan konsistensi yang lebih besar dalam resep karena selalu didasarkan pada berat (kilogram). Keuntungan menerapkan pendekatan persen baker meliputi:

  • Kemudahan dan kesederhanaan melakukan adjustmen resep sesuai dengan harapan pelanggan, baik untuk roti halusan (rich recipe) atau untuk roti sekmen menengah-bawah
  • Hasil produk lebih Konsisten
  • Cepat untuk memperbaiki cacat dalam formula (lebih mudah untuk mengetahui apakah satu resep lebih kering, lebih manis atau lebih asin daripada resep lain)
  • Kemampuan untuk memeriksa apakah suatu formula seimbang
  • Ketepatan pengukuran dan menghilangkan / memperbaiki kesalahanresep
  • Bahasa umum yang digunakan para Baker ketika membandingkan resep/formula
  • Menjaga konsistensi dalam produksi
  • Memudahandalam menghitung penyerapan air atau hidrasi tepung
  • Kemudahan dalam memprediksi bagaimana produk akhir akan terlihat


6. Kualitas roti dan faktor yang memengaruhinya


Proses pembuatan roti merupakan proses yang sangat rumit ditinjau dari interaksi berbagai bahan  baku (ingredients), proses produksi, dan tentunya  kontrol terhadap setiap proses produksi.

Berbagai kontrol terhadap suhu atau temperatur yang terjadi dalam memperlakukan adonan, mulai dari proses mixing, intermediate profing,final profing, baking dan pengemasan (packing) harus terjaga dengan baik dan tepat.

Dalam Industri roti banyak hal akan terjadi , terutama berhubungan dengan kualitas roti yang di hasilkan,  jika setiap tahapan proses produksi tidak di perhatikan dengan benar. Bagaimana cara mengatasinya?


Sebagaimana pemahaman yang seharusnya dalam melihat parameter kualitas roti, maka roti dapat dinilai memiliki kualitas yang baik, dapat di ukur melalui sifat eksternal dan internal dari roti yang di hasilkan.Dalam tulisan ini akan di sampaikan tahapan pembuatan roti yang harus diperhatikan dan parameter apa saja yang harus di lihat  dalam proses produksi roti,sehingga kualitas roti yang di hasilkan dapat memiliki standard kualitas  yang di harapkan.

Parameter eksternal merupakan tolok ukur dari kualitas roti yang dapat di lihat secara kasat mata (dari luar) yang terdiri dari ; volume, keserasian bentuk (symetri of shape), warna kulit (crust color) dan kelenturan atau kelembutan kulit (crust character).

Sedangkan secara internal, di lihat roti setelah matang dan dingin kemudian dipotong menjadi dua bagian , dan dilihat bagian dalam (internal roti), kemudian dievaluasi sifat internalnya. Adapun parameter internal yang di lihat untuk menentukan kualitas roti yaitu; pori-pori (crumb), warna pori-pori (crumb colour), karakter pori (crumb character), bau (flavor) dan rasa (taste).

Lalu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Secara umum ada 3 faktor utama yang yang yaitu ; Bahan baku (raw material), Keseimbangan formula (resep) dan proses produksi. Dalam kesempatan ini akan di bahas 2 hal besar (major) yang sering kali terjadi di Industri roti yaitu penggunaan bahan baku dan proses produksi.

Keluhan terbesar yang sering terjadi dan termonitor paling banyak di Industri roti, yaitu tidak mengembangnya adonan sehingga volume terbentuk tidak semestinya dan terkadang kerusakan yang fatal adalah adonan tidak mengembang.

Untuk mengatasi hal tersebut maka penentuan parameter yang harus diperhatikan adalah : Kualitas bahan baku yang di gunakan harus memimiliki parameter mutu yang selalu di perhatikan setiap saat. Untuk Industri manufacture besar, biasanya mereka telah memiliki standard spesifikasi produk  yang telah di tetapkan dan di jaga kualitas mutunya  (Quality Control).

Di Industri roti yang masuk kategori semi Industri  sering kali penetapan mutu dengan spesifikasi numerik angka hasil analisa kimia, sifat kimia atau uji fisik bahan terkadang belum begitu di perhatikan dan cenderung mungkin belum di pahami secara semestinya.

Oleh karena itu, solusi termudah dalam melakukan control terhadap mutu bahan baku adalah, dengan melihat ; masa kadaluwarsa  (expired date), kondisi fisiknya (bentuk, bau dan rasa) dan selalu minta kepada supplier bahan baku untuk memberikan spesifikasi produk ataupun hasil analisa mutu produk (Certifate of analysis).

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam menjaga kualitas yang bersifat non fisik dengan memahami dan mengingat secara demografi produk roti yang di hasilkan akan di konsumsi oleh pelanggan yang mayoritas beragama Islam di Indonesia, maka sekalian di minta sertifikat Halal MUI, untuk menjaga kualitas produk berdasar “value” atau kepercayaan pelanggan.

Hal ini perlu selalu di jaga sehingga kepercayaan yang timbul dari pelanggan bukan hanya dari sisi kualitas produk (parameter mutu dan cita rasa), namun tentunya juga akan timbul kepercayaan secara psikologis bahwa produk roti yang di makan akan memberikan rasa aman bagi pembelinya yang memiliki kepercayaan tertentu dalam mengkonsumsi makanan.

Faktor lain guna mempertahankan mutu produk di tinjau dari proses produksi, adalah setiap tahapan proses produksi harus di tentukan parameternya dengan membuat Standard operasional Prosedur  (SOP) yang ketat asas atau di laksanakan dengan ketat sehingga proses produksi akan dapat di lakukan dengan cara yang sama dari waktu ke waktu.

Tentunya untuk menjalankan SOP ini di butuhkan infrastruktur dan perlatan pendukung yang semestinya ada guna mendukung agar proses produksi dapat berlangsung dengan baik. Faktor lain yang menyangkut implementasi dai Pelakasanaan SOP ini adalah kedisiplinan manusia yang menjalankan prosedur yang telah di tetapkan.

Setiap operator atau baker harus memiliki sikap dan pemahaman yang sama dalam melakukan proses produksi baik mulai dari mengaduk (mixing), membulatkan adonan (rounding), membentuk adonan (moulding), pengistirahat sementara (intermediate proofing) , fermentasi akhir ( final profing), proses pengovenan  (baking) dan pengemasan (packing).

Semua tahap harus di buat prosedur dengan rentang waktu yang tertulis yang biasa terjadi di masing-masing Industri roti , mengingat  ketersediaan alat, fasilitas produksi dan tentunya tingkat pendidikan baker atau operator yang berbeda-beda, maka prosedur harus di buat berdasar pada kondisi terbaik (best practices) dari masing-masing industri roti tersebut.

Guna memahami lebih lanjut tentang tahapan proses produksi roti dan pengaruhnya terhadap kualitas roti maka kita harus memahami bagaimana roti itu dapat mengembang, setidaknya ada 2 proses utama yang mempengaruhi pengembangan adonan yaitu proses pengadukan dan final proofing.

Dapat diilustrasikan bahwa proses pembuatan roti adalah  proses pengembangan adonan (dough development) yang terjadi dalam pengadukan (mixing) , dimana dalam proses tersebut  akan  terbentuk jaringan gluten melalui (ikatan disulfida), sehingga gluten dalam adonan mampu menangkap gas CO2 (gas retention) yang di hasilkan oleh yeast.

Selain itu faktor kedua yang mempengaruhi pengembangan adonan adalah, kinerja atau aktivitas yeast dalam menghasilkan gas CO2, melalui kontrol suhu atau temperatur yang terjadi mulai dari pengadukan, istirahat sementara (intermediate proofing), final proofing, dan pengovenan (baking). Marilah kita coba telaah satu  per satu dalam tiap proses produksi;

  1. Proses Pengadukan (Mixing );

Proses pengadukan merupakan tahap pertama dalam proses pembuatan roti yang menentukan kualitas dari sisi peningkatan volume, terjadinya robekan atau rekahan (break and shread) terutaman dalam pembuatan roti tawar (open top), warna crumb dan tekstur  pori-pori (crumb texture).

Dalam proses pengadukan titik kritis yang harus kita ketahui dalam membuat roti adalah terjadinya pembentukan kalisnya adonan (dough development), dimana pada kondisi tersebut pengembangan adonan terjadi pada kondisi yang optimal.

Ciri-ciri utama kalisnya adonan adalah terbentuk tekstur film adonan yang tipis, transparan dan jika ditarik hingga robek akan ada robekan adonan yang lurus.  Hal yang harus dihindari adalah, jangan sampai terjadi adonan yang kurang kalis (under mixing),  karena akan mengakibatkan volume roti yang kurang mengembang, warna kulit yang pucat (pale),terjadi rekahan atau robekan di permukaan kulit yang berlebihan, pori-pori (crumb) yang rapat (dense) dan tektur roti yang padat.

Sedangkan sebaliknya adonan juga di hindari agar tidak terjadi kelebihan aduk (over mixing) yang akan mengakibatkan adonan menjadi sticky (lengket) yang akan  berpengaruh volume roti yang bantat, pori-pori yang terbuka tidak rata (open crumb), warna permukaan kulit yang cenderung cepat gelap, dan tekstur pori-pori tidak rata dan kasar.

 

  1. Kontrol temperatur selama proses pengadukan atau mixing

Disamping ketepatan dalam melihat kalisnya adonan, faktor kedua yang mempengaruhi kualitas roti adalah kontrol terhadap temperatur adonan selama proses pengadukan. Bagaimana caranya?

Dalam proses mixing terjadi gesekan mekanis antara adonan dengan bowl dan pengaduk atau dengan mesin pengaduk , sehingga akan timbul gesekan (friction) yang dapat menimbulkan peningkatan temperatur dalam adonan. Sehingga dalam proses ini akan di kenal dengan adanya friction factor atau faktor friksi antara adonan dan mikser yang di gunakan.

Untuk mempertahankan agar terjadinya gesekan mekanis tidak memberikan efek panas yang berlebihan, maka kita harus melakukan kontrol suhu adonan dengan jalan penambahan air dingin pada kisaran suhu 4 – 8 °C sehingga suhu akhir adonan (final dough temperature) dapat tercapai pada kisaran 25 – 28°C.

Hal lain yang mempengaruhi temperatur adonan adalah suhu ruangan produksi yang tentunya dapat di setting pada kondisi ideal sama dengan suhu final dough temperatur yaitu pada kisaran 25 – 28 °C, agar adonan tidak terlampau cepat mengembang sehingga menyulitkan dalam proses berikutnya, dan juga mengakibatkan pori-pori adonan menjadi tidak rata yang akan terbawa hingga akhir pembakaran, sehingga pori-pori roti (crumb) akan tidak rata (uneven) atau bahkan pada kasus yang ekstrim akan terbentuk lubang-lubang di sekitar pori-pori (crumb) dan kasar.

 

  1. Fermentasi akhir (final proofing)

Setelah proses pengistarahatan sementara  (intermediate proofing) ,potong dan timbang (cutting and dividing),pembulatan adonan (rounding), maka tahap berikutnya merupakan titik kritis dalam proses produksi roti adalah final proofing.

Proses fermentasi akhir (Final Proofing) adalah proses mengembangkan adonan dengan jalan memberikan kondisi yang tepat bagi yeast dalam beraktifitas sehingga gas CO2 yang di hasilkan akan optimal. Bagaimana caranya? Aktifitas  yeast sangat di pengaruhi oleh 4 hal yaitu suhu dan kelembaban, pH, sumber makanan dan cairan.

Dalam proses fermentasi akhir agar terbentuk gas CO2 yang optimal dapat di lakukan dengan melakukan kontrol temperatur pada kisaran 35 -38°C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 – 85 %. Jika kondisi ini dapat di pertahankan maka proses fermentasi akan terjadi pada kisaran antara 60 menit hingga maksimal 70 menit , sehingga proses fermentasi tidak berjalan terlampau lama.

Apa yang terjadi jika suhu temperatur tidak pada kisaran tersebut dan cenderung di bawah standard dengan kelembaban yang tidak terkontrol?

Biasanya ini terjadi pada fermentasi yang hanya di lakukan dengan menutup dengan plastik dan hanya di biarkan dalam suhu kamar, maka yang terjadi adalah kecenderungan adonan menjadi kering serta terbentuk permukaan atas yang kering (atau mengulit), karena permukaan atas adonan yang kering dan pada akhirnya mengakibatkan kulit roti yang di hasilkan cenderung tebal . Cara mengatasinya adalah dengan melakukan proses fermentasi dalam proofing box yang di kontrol suhu pada kisaran 35 – 38 C dan kelembaban relatif (RH) antara 80 – 85 %.

 

  1. Proses Pemanggangan

Tahap berikutnya setelah proses fermentasi akhir adalah proses pemanggangan (Baking). Dalam proses pemanggang ini akan terjadi berbagai reaksi biokimia yang melibatkan inaktivasi enzim, yeast, perubahan pati dan gluten dalam adonan.

Menurut (Pyler, 1979) dalam Husin Syarbini., 2013, dalam proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dari oven yang akan mengubah adonan menjadi produk ringan, berongga (porous), siap cerna dan kaya rasa. Pada tahap proses pemanggangan ini akan terjadi reaksi peningkatan volume yang terjadi sangat cepat, yang di kenal dengan istilah oven spring atau oven jump.

Peningkatan ini terjadi pada interval waktu 6.5 menit dari total waktu yang di butuhkan dalam pemanggangan, dimana terjadi kenaikan suhu adonan, kenaikan volume hingga 1/3 kali dari volume semula. Dari proses ini akan terlihat, jika proses pemanggangan terjadi tidak semestinya seperti under bake (pemanggangan kurang), maka produk akan cenderung memiliki warna yang pucat (pale), volume yang kurang optimal, keserasian bentuk yang tidak di harapkan, pori-pori yang masih agak basah dan tentunya akan berpengaruh terhadap bau dan rasa yang cenderung masam.

Sementara itu, jika proses pembakaran yang terlalu lama (over baking) maka akibat langsung yang terlihat adalah warna kulit yang terlalu gelap (cenderung gosong), kulit roti yang kering, pori-pori yang terlalu kering dan tekstur yang kasar,serta tentunya bau dan rasa yang terbentuk tidak semestinya.

7. Perhitungan biaya produksi dan analisis usaha

Proses produksi roti sebagai bagian dari usaha bakery , sebenarnya merupakan pengelolalaan (operation) pabrik, termasuk di dalamnya pemrosesan bahan baku menjadi bahan jadi seperti proses pembuatan roti, cake, pastry dan proses pembuatan variasi produk lainnya. Usaha pembuatan roti merupakan bisnis yang sangat menguntungkan jika dikelola dengan manajemen yang profesional dan baik. Besar kecilnya investasi yang di keluarkan tergantung dari ukuran perusahaan yang akan didirikan. Apabila kita melihat usaha di bidang bakery di lihat dari skala yang berhubungan dengan industry, maka skala usaha bakery dapat dimulai dari skala rumah tangga (home industry), supermarket, hotel, cafe hingga Industry roti dengan skala pabrikasi (manufacture).

Untuk menjelaskan struktur biaya dalam investasi roti berikut di sampaikan pendekatan costing sebagai patokan awal guna menentukan investasi dalam usaha bakery. Untuk memudahkan dalam pemahaman akan di berikan contoh dengan menggunakan produk roti manis yang umum di kenal masyarakat. Pendekatan analisa usaha akan di mulai dengan pendekatan costing yang paling sederhana guna memudahkan pemahaman bagi para baker pemula ataupun bagi Industri rumah tangga berskala kecil. Asumsi yang di gunakan berdasarkan kondisi harga saat ini (atau dapat disesuaikan dengan kondisi terakhir) yang mungkin dapat di analogikan dengan pendekatan perhitungan biaya produksi untuk produk-produk bakery lainnya.

A. Pendekatan perhitungan resep roti manis (bread recipe costing).


(1) over head : biaya yang berhubungan dengan biaya untuk memproduksi satuan produkDalam buku A-Z Bakery di jelaskan dengan detail bagaimana melakukan recipe costing yang di dasarkan atas keseluruhan perhitungan pembebanan yang terjadi sebagai konsekwensi proses usaha (bisnis proses) dalam proses pembuatan roti . Beberapa pembebanan yang di gunakan secara garis besar meliputi hal-hal sebagaimana berikut ;

(2). Biaya retur : asumsi alokasi biaya jika terjadi resiko retur produk atau pengembalian produk dari pasar atau outlet jika produk tidak terjual

(3). Asumsi keuntungan yang di harapkan yang besarnya dapat di sesuaikan dengan kondisi persaingan harga di sekitar tempat penjualan, dengan besaran prosentase yang paling  kompetitif menurut kondisi di daerah sekitar roti akan di jual

Dengan cara yang sama pendekatan costing tersebut dapat di aplikasikan untuk pembuatan produk bakery lainnya seperti : cake, pastry , cookies dan lain sebagainya.

 

B. Pendekatan analisa usaha

Untuk memulai usaha roti kita harus membuat rencana usaha dengan cermat sebelum memulai, meletakkan dasar yang kokoh dan membuat perencanaan keselurahan yang akan di lakukan dalam membuat usaha roti. Agar memudahkan di dalam melihat aspek kebutuhan investasi dan keuntungan yang akan di peroleh maka akan perhitungan perolehan bahan baku harus menggunakan harga terbaru yang berlaku di masing-masing daerah. Secara sederhana kita harus membedakan kebutuhan investasi dan biaya-biaya yang akan di keluarkan dalam memulai usaha roti. Beberapa pemahaman istilah biaya yang akan di gunakan dalam pembuatan lembaran perhitungan analisa usaha. Menurut Mulyadi (1993) dalam Tantri (2008) penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan meliputi :

  • Biaya Produksi : adalah biaya – biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi dan siap untuk di jual.
  • Biaya pemasaran : adalah biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran produk
  • Biaya administrasi dan umum adalah : biaya- biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan dan pemasaran produk

Guna memudahkan pemahaman dalam perhitungan biaya yang akan di gunakan dalam lembaran analisa dapat dijelaskan pengertian lainnya:

(1) Investasi. Yaitu penanaman modal yang di gunakan untuk membiayai satu aktiva atau lebih guna untuk memperoleh laba atau keuntungan pada masa-masa yang akan datang.

(2) Biaya variable, yaitu biaya yang jumlah keseluruhannya (totalnya) berubah sebanding dengan volume kegiatan. Beberapa contoh yang termasuk dalam komponen biaya variabel seperti :

  • Biaya raw material atau bahan baku yang di gunakan dalam proses produksi
  • Biaya sumber bahan bakar atau energi (Listrik, gas atau solar)
  • Biaya pelengkap produksi seperti : kemasan, stiker, solasi dan lain-lain

(3) Biaya tetap yaitu biaya jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Beberapa contoh biaya tetap :

  • Biaya tenaga kerja administrasi dan umum
  • Biaya telpon
  • Biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan
  • Biaya umum (pengurusan surat, sumbangan, tunjangan, biaya transportasi dll)

Setelah kita mengetahui posting pendapatan dan pengeluaran maka dapat di buat proyeksi arus kas. Proyeksi arus kas merupakan gambaran peluang pendapatan dan pengeluaran yang di tetapkan dalam kurun waktu tertentu, sehingga akan di ketahui laba atau keuntungan yang di peroleh. Menurut Solehuddin (2012), arus kas dapat di bagi menjadi 3 bagian utama yaitu : kas dari operasional, arus kas  dari investasi dan arus kas dari pembiayaan (kredit).

8. Sanitasi dan higiene

GMP atau Good Manufacturing Practicies ( di Indonesia dikenal sebagai cara Produksi Makanan Yang Baik (CPMB) adalah suatu proses produksi pangan yang baik dan benar sehingga menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi dan terhindar dari kontaminasi.

Dalam pengertian industri pangan,cakupan GMP sangat luas termasuk berbagai cara dan program sehingga seluruh insan yang berhubungan dalam produksi pangan memiliki pola pikir, pengetahuan dan sikap untuk mengolah produk makanan yang baik, menyehatkan dan aman di konsumsi.

Dengan semakin berkembangnya industri bakeri di Indonesia dan semakin sadarnya pelanggan akan makanan yang sehat, bergizi dan enak, maka tuntunan untuk memenuhi standard tersebut merupakan sebuah keharusan yang harus diikuti oleh para pelaku usaha bakeri.


Hal ini pada umumnya di sebabkan rendahnya pengetahuan di bidang kebersihan dan kesehatan pangan para pelaku usaha baik di tingkat manajemen maupun pada tingkat operator lapangan terutama di tingkat karyawan produksi, yang tercermin dari kurangnya kewaspadaan pada perilaku sehari-hari yang kurang sehat dan bersih.GMP merupakan prasyarat dasar dan program umum bagi industri pangan termasuk industri bakeri untuk menghasilkan produk bermutu dan aman secara konsisten. Namun sayangnya belum sadarnya para pelaku usaha di bidang ini mengakibatkan belum terpenuhinya standard produk bakeri yang aman dan sehat bagi konsumennya, sehingga sering kali di jumpai kualitas produk bakeri yang di hasilkan masih kurang memperhatikan aspek tersebut.

Keuntungan yang yang di peroleh bagi industri bakeri yang menerapkan GMP adalah sebagaimana berikut :

  1. Konsumen yakin dan percaya bahwa produk yang di konsumsi telah memenuhi kriteria aman dan sehat untuk dikonsumsi.
  2. Mengurangi pemborosan akibat terjadinya retur produk sebelum umur simpan produk yang sudah rusak sebelum masa kadaluwarsanya.
  3. Memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha bakeridalam menjalankan proses produksinya
  4. Program GMP dapat di terapkan dalam keseluruhan rantai produksi dari  bahan baku hingga produk akhir.

Program  GMP cakupannya cukup luas yaitu meliputi : Pekerja, bangunan dan Fasilitas, peralatan dan pengolahan proses produksi.

KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PEKERJA

Kebersihan dan kesehatan pekerja ternyata berpengaruh besar terhadap kualitas produk bakeri yang di hasilkan. Pekerja sebagai pelaku utama dalam program GMP harus memiliki pengetahuan, sikap dan prilaku bersih yang tercermin dari kebiasaan sehari-hari dalam proses produksi.

Prinsip sanitasi pekerja yang dilakukan adalah menjaga kebersihan pekerja agar tidak terjadi kontaminasi ke produk pangan atau produk akhir yang di hasilkan. Perilaku bersih harus di lakukan dan  di jalankan dengan membiasakan hal-hal sebagaimana berikut :

  1. Cuci tangan

Cuci tangan harus di lakukan secara seksama dengan air bersih yang memenuhi syarat air minum, dengan sabun dan detergen. Tangan harus di cuci setelah dari toilet, sebelum bekerja, setelah memegang bahan terkontaminasi atau kapanpun jika merasa perlu. Mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sangat efektif untuk membunuh atau mengurangi kuman yang menempel pada  tangan kita.

  1. Menjaga kebersihan dan kesehatan diri

Secara umum para pekerja di bakeri harus terlihat  bersih, rapi dan sehat. Kebersihan diri pekerja di mulai dengan menggunakan pakaian seragam yang melindungi bagian tubuh pekerja agar tidak mengkontaminasi produk pangan. Prinsip seragam yang di gunakan meliputi ;

  • Penggunaan hair net atau topi untuk melindungi rambut agar tidak jatuh ke produk.
  • Masker atau penutup hidung untuk melindungi saluran pernafasan atau hal-hal yang keluar dari saluran  pernafasan dapat terlindungi dan mencegah terjadinya kontaminasi yang berasal dari mulut dan hidung.
  • Kaos tangan : Jika di mungkinkan selalu menggunakan kaos tangan saat menyentuh produk.
  • Sepatu produksi : Penggunaan sepatu yang terpisah antara sepatu yang di gunakan untuk produksi dan sepatu yang  di gunakan sehari-hari.
  1. Membangun kebiasaan bersih dan rapi dalam berbagai hal sebagaimana berikut :
  • Memotong kuku secara rutin minimal seminggu sekali
  • Merapikan dan memotong kumis dan jenggot  (jika memelihara jenggot maka bisa menggunakan hair net khusus jenggot).
  •  Apabila ada luka yang terbuka maka tutup atau perban sebelum masuk ke ruang kerja
  •  Jika sakit yang menular (tifus, hepatitis dan disentri) tidak di perbolehkan menyentuh produk atau cuti berdasar   pemeriksaan dokter.
  • Menanggalkan jam tangan dan cincin saat akan memasuki area kerja, di karenakan cincin dan jam tangan dapat potensial sebagai penghantar kontaminan.
  • Tidak meludah dan merokok saat berada di area bakeri atau ruang produksi
  • Tidak makan dan minum di ruang produksi karena sisa makanan dan minuman yang di makan dapat potensial sebagai sumber kontaminasi.

 BANGUNAN DAN FASILITAS BANGUNAN

Prinsip penggunaan bangunan dan fasilitas pendukung jika memungkinkan memiliki pintu ganda atau airbelt, sehingga ruangan tidak kontak langsung dengan udara luar. Adanya ruang terpisah antara toilet,locker dan ruang produksi.

Secara singkat design bangunan dan konstruksi bakeri harus memenuhi persyaratan sebagaimana berikut :

  1. Konstruksi bangunan yang ideal untuk bakeriharus memisahkan pintu masuk antara barang masuk yang di gunakan untuk raw material atau bahan baku dengan pintu keluar untuk produk akhir
  2. Desain , konstruksi dan tata ruang bangunan  harus sesuai dengan alur proses produksi bakeri
  3. Adanya Ruang terpisah antara ruang bersih dan ruang kotor
  4. Bangunan memiliki ruang yang cukup sehingga dapat dengan mudah di bersihkan
  5. Kondisi Lantai dan dinding terbuat dari bahan kedap air , kuat dan mudah dibersihkan dengan pertemuan sudut antar dinding yang lengkung

PERALATAN DAN PENGOLAHAN PROSES PRODUKSI

Peralatan dan pengolahan proses produksi seharusnya memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana berikut :

  1. Peralatan yang di gunakan dalam proses pengolahan bakeriharus terbuat dari bahan yang tidak mudah toksik, korosif dan mudah dilakukan disinfektan agar mudah terjaga kebersihannya
  2. Ruang produksi memiliki pencahayaan atau penerangan yang cukup
  3. Ruangan produksi memiliki ventilasi yang memadai sehingga memungkinkan udara segar mengalir dari ruang bersih ke ruang kotor
  4. Gudang raw material dan finish produk harus terpisah dengan adanya penempatan pallet untuk melindungi raw material bahan pangan agar tidak kontak langsung dengan lantai dan dinding
  5. Untuk menjaga terjadinya kontaminasi silang “cross link contamination” maka peralatan untuk raw material harus di pisahkan dengan peralatan untuk produk akhir.


























Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Memasak Menumis (sauteing)

Teknik Memasak Simmering

Teknik Memasak Menggoreng Dalam Minyak Banyak (Deep Frying)